Qk6tZv5oorYOvbzoT8fSpmGbsikUNLG55TOQFNMJ

Tahajud; Sarana Berkasih Sayang Dalam Keluarga


Itsna A. Shuwaiviyah

Agama Islam sangat memuliakan ikatan pernikahan. Pernikahan merupakan hal yang suci.  Melalui pernikahan terbentuk keluarga yang berlimpah kasih sayang dan keberkahan. Allah memberikan berbagai makna kehidupan yang luhur dan mulia melalui keluarga.

Salah satu makna itu disampaikan melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ، نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى، نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ.(1) 

Allah merahmati seseorang yang bangun dimalam hari lalu sholat, kemudian membangunkan istrinya. Apabila istrinya enggan, ia memercikkan air kewajahnya. Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun dimalam hari lalu sholat, kemudian ia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya. 

Dalam bukunya Khalasatul Ahkam, Imam Nawawi mengemukakan bahwa hadis ini shahih dan diriwayatkan oleh beberapa imam hadits.(2) 

Sikap dan perilaku saling mengajak pada kebaikan dalam keluarga secara lemah lembut, adalah salah satu anugerah utama yang Allah limpahkan bagi keluarga. 

Sebagaimana yang dikemukakan oleh pakar hadits al-Sanadi, hadits ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala menganugerahkan rahmat, memenuhi do’a, serta memuji, sikap dan prilaku suami istri yang saling membangunkan untuk shalat tahajud.(3) 

Pakar hadits dari Abad 11 Hijriah, Nuruddin al-Qari mengemukakan,

فِيهِ بَيَانُ حُسْنِ الْمُعَاشَرَةِ وَكَمَالِ الْمُلَاطَفَةِ وَالْمُوَافَقَةِ.(4) 

Hadits ini menjelaskan tentang pergaulan yang baik, kelemah-lembutan yang sempurna dan keselarasan.

Demikianlah semangat Islam --yang penuh perhatian-- memelihara keharmonisan dalam keluarga, menciptakan stabilitas, dan kenyamanan secara psikis, fisik dan sosial.

Sebuah kisah yang menawan dituliskan oleh Ibnu Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif, 

كانت امرأة حبيب توقظه بالليل وتقول ذهب الليل وبين أيدينا طريق بعيد وزادنا قليل وقوافل الصالحين قد سارت قدامنا ونحن قد بقين(5)ا. 

Adalah istri Habīb, ia pernah membangunkan suaminya (untuk shalat malam) seraya berkata: "Bangunlah, wahai suamiku sayang, malam telah berlalu dan di hadapan kita terbentang jalan yang sangat jauh, sementara perbekalan kita sangat sedikit, dan para kafilah orang-orang shālih telah berjalan di depan mendahului kita, sementara kita masih berdiam disini"

Wallahu a’lam Bishsowab


Catatan Kaki

(1) Abu Dawud al-Sijjistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyah, tth), Juz 2, hlm 33, hadits no 1308

(2) Abu Zakaria al-Nawawi, Khalasatu al-Ahkam Fi Muhimmati al-Sunan wa Qawaid al-Islam, (Beirut: Muassasatu al-Risalah, 1418 H) juz 1, hlm 587.

(3) Muhammad bin Abdul Hadi al-Sanadi, Kifayatu al-Hajah ‘ala Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Jiil)  Juz 1, hlm 402

(4) Al Mala ‘Ali al-Qari, Mirqatu al-Mafatih, (Beirut: Dar al-Fikr, 1422 H), Juz 3 hlm 928

(5) Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 1424 H), Juz 1, hlm 46. 



Related Posts

Related Posts

Posting Komentar