Qk6tZv5oorYOvbzoT8fSpmGbsikUNLG55TOQFNMJ

Kemu'jizatan (I'jaz) Al-Qur'an



Sigit Suhandoyo. Al-Qur’an memberikan pengaruh yang mempesona, menarik hati yang mendengarkannya. Tidak hanya dari kalangan manusia, namun juga dari kalangan jin. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat al Jin ayat 1,

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا

Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur'an), lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan.

Pemikir Islam kenamaan dinasti ‘Abbasiyah, al-Mawardi (w 450H), mengemukakan al-Qur’an itu menakjubkan dalam hal kefasihan bahasa, penyampaian nasihat, dan keberkahannya yang besar.(1)  

Adapun kata I’jaz dalam bahasa Arab berasal dari kata (عَجَزَ) yang berarti lemah. Adapun kata I’jaz sendiri berarti menjadikan lemah. Menurut Al-Suyūthī mukjizat adalah,

أَنَّ الْمُعْجِزَةَ أَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مقرون بالتحدي سالم عن الْمُعَارَضَةِ وَهِيَ إِمَّا حِسِّيَّةٌ وَإِمَّا عَقْلِيَّةٌ.(2) 

Suatu kejadian yang luar biasa, yang disertai dengan sikap penentangan yang selamat dari para penentangnya. Mu’jizat tersebut dapat berupa sesuatu yang dapat dijangkau oleh indera dan dapat pula bersifat intelektual.

Lebih lanjut menurut Al-Suyūthī, mukjizat ummat Islam bersifat intelektual karena syari’at Islam akan tertulis abadi sepanjang masa sampai hari kiamat dan menjadi pedoman bagi orang-orang berakal yang mau mengambil pelajaran.(3)

Al-Qur’an Menantang Para Pemfitnah

Al-Qur’an bukanlah tutur kata manusia, baik dari segi lafal dan makna. Mendengarnya mempengaruhi jiwa, menenangkan hati dan mencerdaskan akal fikiran. Adapun Bangsa Arab yang mendustakan al-Qur’an pada masa Nabi saw, memfitnah al-Qur’an dengan berbagai fitnah. Fitnah-fitnah tersebut Allah abadikan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an;

Sihir umat terdahulu.Tuduhan yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah sihir umat terdahulu tertera dalam surat al-Mudatsir ayat 24-25,

فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ (24) إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ (25)

lalu dia berkata: "(Al Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia".

Tuduhan ini dilontarkan oleh al-Walīd bin Mughīrah, yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah sihir yang mempengaruhi Nabi Muhammad saw yang diadakannya dari ummat terdahulu. Al-Qur’an itu mempengaruhi jiwa melalui keindahannya, seperti perbuatan sihir.(4) 

Sumber wahyu al-Qur’an adalah Allah ta’ala. Al-Qur’an adalah al-Haqq dan bukah sihir maupun rekayasa manusia. Allah ta’ala berfirman,

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.

Ayat ini menerangkan bahwa al-Qur’an yang mereka ragukan itu adalah haq yakni kebenaran mutlak dari Allah ta’ala,

فَإِنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَثْبَتَ أَنَّهُ تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَنَّ ذَلِكَ مِمَّا لَا رَيْبَ فِيهِ.(5) 

Allah yang Maha Mulia lagi Maha Agung menetapkan bahwa AI-Qur`an diturunkan dari sisi-Nya, Tuhan Semesta Alam, yang demikian itu kepastian dan tidak ada keraguan.

Mimpi-Mimpi Dusta Seorang Penyair. Masyarakat Arab pada zaman Nabi saw juga menuduh bahwa Al-Qur’an adalah mimpi-mimpi yang dibuat-buat oleh seorang penyair. Menurut sementara ulama, pada masa itu menuduh seseorang sebagai penyair, berarti menuduhnya memiliki pembantu dari bangsa jin yang selalu membisikkan kata-kata kepadanya. Keterangan ini tertera dalam surat al-Anbiya ayat 5,

بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الْأَوَّلُونَ

Bahkan mereka berkata (pula): "(Al Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus".

Tuduhan semacam ini dijawab dalam al-Qur’an surat al-Haqqah ayat 40-43,

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (40) وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ (41) وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (42) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (43)

Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.

Kebohongan yang di buat atas bantuan orang lain. Tuduhan ini sebagaimana tertera dalam surat al-Furqan ayat 4,

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا

Dan orang-orang kafir berkata: "Al Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain"; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kedzaliman dan dusta yang besar.

Selain menjawab tuduhan orang-orang yang mendustakan al-Qur’an. Al-Qur’an juga menantang para pendusta tersebut untuk mendatangkan, rangkaian tutur kata yang semisal dengan Al-Qur’an, jika mereka orang-orang yang benar.

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". (Hud ayat 13)

Melalui al-Qur’an Allah ta’ala bahkan menantang manusia dan jin yang mendustakan al-Qur’an untuk dapat membuat yang serupa. 1 surat saja untuk menandingi al-Qur’an. Tantangan tersebut jelas dan tegas menyatakan bahwa manusia dan jin tak akan sanggup menjawab tantangan tersebut,

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".

Tantangan ini tidak menemukan seseorangpun yang bangkit dan menjawab tantangan tersebut dengan gemilang. Meskipun sejarah mencatat adanya upaya-upaya untuk membuatnya, namun mereka tidak berhasil, walau satu surat pendekpun yang memadai, baik pada masa Nabi maupun masa-masa sesudahnya. Sebagai contoh syair Musailamah yang disejajarkannya dengan surat al-Fiil,

الفيل، ما الفيل، وماادراك ما الفيل، صاحب ذَنَب قصير، وخُرْطوم طويل.(6) 

Gajah, Apakah gajah itu? dan tahukah kamu apakah gajah itu? Ia memiliki ekor yang pendek, dan belalai yang panjang.   

Syair tersebut diatas adalah diantara contoh syair yang pernah dibuat untuk menandingi al-Qur’an. Para pakar sejarah Islam menyebutkan banyak sekali syair-syair serupa dalam rangkaian kata yang buruk dan lemah secara makna. Dari sinilah para ilmuwan Muslim menyimpulkan bahwa ketidak-mampuan menandingi al-Qur’an merupakan bukti nyata atas kenabian Muhammad saw dan al-Qur’an adalah wahyu Allah. Selain fakta bahwa masyarakat Arab pada masa itu lebih memilih memerangi Nabi saw dan para pengikutnya secara fisik, alih-alih berjibaku bekerjasama menyusun gubahan kata-kata guna menandingi al-Qur’an. Jalan kekerasan menurut mereka lebih memungkinkan untuk meraih kemenangan, dibanding menjawab tantangan al-Qur’an.

Catatan Kaki

  1. Abū al-Hasan al-Māwardī, Al-Nukat wa al-‘Uyun, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth), Juz 6, hlm 109.
  2. Jalāl al-Din al-Suyuthi, al-Itqān Fi Ulūm al-Qur’an, (Mesir: al-Haiah al-Mishriyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974), Juz 4, hlm 3.
  3. Ibid
  4. Abū al-Hasan al-Māwardī, Juz 6, hlm 142.
  5. Syams al-Dīn al-Qurthubī, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, cet kedua 1964), Juz 14, hlm 85
  6. Badī’ al-Zamān al-Nūrsī, Isyārāt al-I’jāz, (Cairo: Penerbit Sozler, cet ketiga, 2002), hlm 181.


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar