Ibnu Adha El Malik. Kata-kata ini dulu populer di 90an hingga awal 2000an, terutama dikalangan remaja. Biasanya bermaksud untuk "membuang" Lawan bicara karena dianggap "tidak berguna". Entah kenapa laut yang jadi pelampiasannya, padahal Laut memiliki keistimewaan utk kehidupan manusia, bukan untuk tempat " Pembuangan "..
Padahal Al-Quran yang merupakan mukjizat terbesar telah menyebutkan laut sebagai fenomena alam yang selayaknya manusia dapat memperhatikannya, mempelajarinya dan mengambil manfaat darinya.
Karena kita sepakat bahwa Al Quran telah diturunkan oleh Allah SWT berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia sekaligus pemberi kabar peringatan bagi umat manusia yang ingkar terhadap kebenaran Al-Quran.
Telah banyak bukti ilmiah yang mengungkap kebenaran di dalam Al-Quran. Seiring dengan kemajuan ilmu teknologi yang dikuasai oleh umat manusia, temuan bukti ilmiah masih terus berlangsung.
Salah satu contoh keakuratan Al-Quran dalam berbicara mengenai laut dan samudra terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Al-Quran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Al-Quran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasarkan ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.
Contoh lainnya tentang sains kelautan dan manfaatnya bagi manusia disebutkan pada Surat An Nahl (16) ayat 14. Ayat tersebut berbunyi:
"Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar, dan kamu mengeluarkan dari lautan perhiasan yang kami pakai. Kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya supaya kamu bersyukur."
Sejak 15 abad yang lalu Al-Quran berbicara soal manfaat laut bagi peningkatan taraf hidup manusia. Kini terbukti, negara-negara yang pandai memanfaatkan potensi lautnya, bakal mendapat kekayaan yang sangat berlimpah. Lautan mengandung banyak makanan, dan perhiasan. Laut juga menyimpan banyak bahan tambang, bisa menjadi jalur transportasi yang murah, dan lain sebagainya. Selain menjadi bukti kuat bagi keaslian Al-Quran, laut juga menjadi sumber penghidupan yang sangat kaya. Keberadaan wilayah laut, bisa menjadi salah satu penentu tingkat ekonomi sebuah negara.
Laut tidak hanya bisa di eksploitasi potensinya, tapi merupakan tempat pembelajaran yang baik untuk anak.
1. Berenang
Keterampilan dasar dalam menggunakan potensi laut adalah berenang. Ya, salah satu keterampilan yang di anjurkan oleh Rasulullah untuk dipelajari, selain memanah dan berkuda. Dengan berenang (apalagi di laut) dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesempurnaan fisik anak-anak. Karena pada olahraga berenang memberi kesempatan pergerakan anggota tubuh hampir tanpa hambatan. Apalagi karakter perairan laut berbeda dengan air tawar (berombak dan bergelombang) akan memberi stimulasi bagi pertumbuhan otot-otot tubuh. Belum lagi arus laut yang berubah-ubah sesuai dengan cuaca.
2. Berlayar
Pengetahuan utama dalam berlayar adalah Pengetahuan astronomi. Setiap wilayah, daerah bahkan suku memiliki cara sendiri dalam menentukan arah. Di Indonesia, menurut pengetahuan suku Biak, musim untuk pelayaran berada pada penggambaran bintang-bintang Sawakoi (Orion) dan Romangwandi (Rasi Scorpio). Gugusan bintang yang menandakan angin buruk untuk berlayar dikenal dengan Romangwandi (naga). Ketika Romangwandi (naga) masih terlihat di Cakrawala, berarti musim angin barat yang menyebabkan ombak-ombak besar masih dapat mengganggu pelayaran.
Munculnya bintang-bintang Sawakoi menandakan musim buruk sudah berlalu. Dalam tafsiran masyarakat Suku Biak, munculnya Sawakoi bagaikan pemuda-pemuda (Pleiades dan Taurus) telah berhasil mengejar pemudi-pemudi masuk ke dasar laut dan menjadi tanda munculnya musim perjodohan.
Setiap daerah memiliki kebudayaannya yang berbeda-beda dalam melihat arah angin untuk pelayaran. Ada masyarakat yang hanya mengenal dua jenis angin, yaitu darat dan laut. Ada pula masyarakat yang membedakan angin sesuai penjuru mata angin. Seperti Suku Batak yang mengenal delapan arah angin dasar untuk kepentingan berlayar dan bertani. Masyarakat Sangir mengenal sepuluh mata angin, delapan arah mata angin dasar, dan dua arah tambahan yaitu amboha (antara barat daya dengan selatan), dan arak miang (arah utara yang condong ke barat).
Perbedaan pemahaman mengenai penentuan arah mata angin tersebut memperlihatkan taraf kemajuan dan perkembangan pengetahuan navigasi di setiap daerah di Indonesia berbeda. Masih banyak masyarakat yang berlayar secara tradisional dengan pengetahuan navigasi yang didapat secara turun temurun. Ada pula yang dapat menentukan arah dengan melihat bentuk awan, pantulan cahaya matahari, warna air laut, arah arus air, hingga mereka yang mengandalkan penciuman mereka. Bahkan ada masyarakat yang menentukan arah dengan mengandalkan intuisi mereka saja.
Orang-orang Suku Bugis dan Makasar mempunyai banyak naskah dalam bahasa daerah mereka, dinamakan Kotika Tilik untuk menentukan kapal yang datang ke tempat mereka mempunyai maksud yang baik atau jahat. Ada pula Kotika Johoro untuk melihat tingkat keberhasilan serangan laut ketika mereka sedang berperang.
Hingga abad ke-20, sebenarnya para pelaut dari Indonesia sudah mengenal peta dan kompas. Akan tetapi banyak dari mereka yang memilih untuk tidak menggunakannya. Peta hanya mereka simpan di sebuah bambu, dan dikeluarkan ketika benar-benar dibutuhkan saja. Langit yang cerah, serta pulau-pulau sudah cukup menjadi petunjuk bagi para pelaut Indonesia menentukan arah.
3. Hari Maritim Nasional
Hari Maritim Nasional ditetapkan pada 21 Agustus untuk memperingati armada laut Indonesia yang berhasil mengambil alih kekuasaan militer laut Jepang pada 21 Agustus 1945.
Pada tahun 1945 itu, pasukan laut Jepang membombardir pasukan Indonesia mulai dari pesisir selat Malaka hingga Laut China Selatan dan pasukan Indonesia berhasil meredam Kekuatan laut Jepang dalam pertarungan tersebut. Kekuatan angkatan laut Republik Indonesia berhasil mengambil alih kekuasan militer laut Jepang. Dengan peralatan sederhana, militer Indonesia mampu mengalahkan Jepang yang menggunakan peralatan yang jauh lebih modern.
Sementara itu, Hari Maritim Nasional 23 September mengacu pada Surat Keputusan Nomor 249/1964. Ditetapkannya Hari Maritim Nasional 23 September ini pada Musyawarah Nasional (Munas) Maritim I oleh Presiden Soekarno, yang merupakan sebuah langkah untuk kembali mempertegas jati diri RI sebagai sebuah Negara Maritim.
Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : Balai Pustaka.