Qk6tZv5oorYOvbzoT8fSpmGbsikUNLG55TOQFNMJ

Peranan Akhlaq dalam Pembentukan Individu dan Sosial


Sigit Suhandoyo. Pembentukan individu dari segi akhlaq tidak semata bagi kebaikan individu, melainkan juga dalam hal pembentukan masyarakat dan peradaban manusia. Pembentukan individu muslim berdasarkan akhlaq Islami menjadi pondasi penting bagi tegaknya peradaban dunia Islam.

Pengajaran keilmuan tanpa dilandasi dengan pendidikan akhlaq akan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar bagi kemanusiaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Sam’an, “suatu ilmu pengetahuan dengan pendidikan moral yang buruk akan lebih berbahaya daripada kebodohan tanpa pendidikan.”  

Pembentukan individu-individu yang baik adalah langkah awal dalam pembentukan masyarakat. Berikut adalah unsur-unsur utama peran akhlaq individu yang baik yang sekaligus berperan membentuk masyarakat yang baik.

Akhlaq menumbuhkan semangat cinta kebajikan dan benci kejahatan 

Ilmu akhlaq akan membekali seseorang dengan pengetahuan dan mampu membedakan antara tingkah laku yang mewujudkan kebaikan maupun tingkah laku yang membawa kepada kejahatan.  Akhlaq mengungkapkan kepada manusia tempat-tempat dan bidang-bidang kebajikan, serta menjelaskan kepada manusia jalan yang harus diikuti. Keistimewaan semangat ini adalah berusaha mewujudkan kebajikan-kebajikan atas dasar cinta kepada kebajikan, cinta kepada Allah dan menghendaki kebajikan bagi sesama. Menginginkan kebajikan bagi kemanusiaan dan bersedia berkorban untuk mewujudkan rasa cinta tersebut. Menginginkan sesama Muslim untuk berada dalam hidayah Allah, menginginkan sesama Muslim untuk terhindar dari kesulitan-kesulitan hidup baik di dunia maupun akhiratnya. Inilah yang tertera dalam surat al-Hujurat ayat 7,

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.

Demikian pula motivasi yang disampaikan oleh Rasulullah saw, sebagaimana dituturkan oleh Abu Sa’id al-Khudri ra

لن يشبع مؤمن من خير حتى يكون منتهاه الجنة. 

Tidak akan puas seorang muslim dari berbuat kebajikan sehingga akhir perjalanannya ke surga.

Akhlaq menumbuhkan semangat persaudaraan

Islam mengajarkan setiap muslin untuk memandang sesama manusia dalam sifat kemanusiaan yang universal. Sebagaimana ia menghendaki ketenangan dan keamanan dalam hidupnya, maka seperti itu pula ia berbuat untutk ketenangan dan keamanan hidup sesama. Demikian pula dalam situasi sulit dan darurat ketika ia membutuhkan bantuan dari saudaranya, maka seperti itu pula ia akan membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan darinya. Tidak ada yang kelebihan atas manusia kecuali ketakwaannya kepada Allah ta’ala.

Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw, bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. 

Tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya.

Pemikir muslim ’Abdullah Darraz mengemukakan bahwa, Allah telah memuliakan manusia, dengan kemuliaan yang tumbuh dan berkembang dari aqidahnya. Dan bagi Allah, bagi Rasul, dan bagi orang-orang yang beriman, kemuliaan yang diperolehnya adalah dari amal soleh dan perjalanan hidupnya yang baik.  Dengan demikian apapun alasannya sesorang maupun suatu kaum tidak boleh meremehkan atau merendahkan pihak lain, karena semua manusia itu berbeda dan memiliki posisi masing-masing disisi Allah ta’ala. Terutama berdasar pada persamaan dan kemuliaan manusia.

Akhlaq membentuk kesadaran akan kesatuan kehidupan sosial

Akhlaq adalah ikatan yang menyatukan kebaikan individu-individu dalam membentuk ikatan sosial yang lebih besar. Baiknya akhlaq akan mengakibatkan kuatnya ikatan kehidupan sosial, dan sebaliknya. Kuatnya ikatan sosial karena akhlaq mulia akan meminimalisir munculnya perilaku menyimpang dari anggota masyarakat. Sebagaimana halnya bahwa kejahatan itu terjadi bukan karena kuatnya pengaruh kejahatan tersebut, melainkan karena lemahnya ikatan kesatuan kehidupan sosial yang mewujudkan kebaikan.

Dari Abu Musa al-‘Asy’ari, bahwasanya Nabi saw telah bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. 

Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan lainnya saling mengokohkan.

Akhlaq Islamiyah menjamin wujudnya kemaslahatan umum, ketika hubungan antar sesama manusia saling mempengaruhi dalam kebaikan, saling menasihati, amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak membiarkan anggota masyarakat berbuat kekeliruan dengan saling menjaga dan mengawasi.

Kebaikan akhlak adalah asas pertama dalam upaya membangun kesatuan dalam kehidupan sosial, ia adalah hujjah yang sanggup melawan keragu-raguan orang-orang yang bimbang, mematahkan serangan orang-orang yang membenci  serta penentram hati mereka yang mengikuti seruan Islam kepada persatuan.

Jika kita menginginkan menang tanpa perang, tanpa melukai, tanpa rasa sakit, tanpa dendam dan permusuhan maka akhlaq mulia adalah senjata yang harus kita produksi. Menyenangkan jika sosok muslim itu terkenal karena fitrahnya yang bersih, hatinya penyayang, jiwanya tenang, ikhlas, santun perilaku dan tutur katanya serta pembuat kebaikan.

Al mawardi mengatakan, “أَصْلِحْ نَفْسَك لِنَفْسِك يَكُنْ النَّاسُ تَبَعًا لَك”  perbaikilah dirimu niscaya manusia akan mengikutimu. Muhammad Mahmud al Hijazi berkata, 

“أصلح نفسك ثم ادع غيرك، ولا شك أن مرتبة دعوة الغير إلى الهدى والخير مرتبة عالية، ولا يلقاها إلا أفراد قلائل زكت نفوسهم وطهرت أرواحهم وامتلأت إيمانا ويقينا”  

perbaikilah akhlaqmu kemudian serulah kepada orang lain, dan jangan ragu sesungguhnya mengajak kepada orang lain hingga mendapatkan petunjuk dan kebaikan adalah dejarat yang tinggi, dan derajat yang mulia itu tidak diberikan Allah kecuali kepada sebagian kecil manusia yang mensucikan jiwa dan ruhnya serta memenuhi dirinya dengan iman dan keyakinan.

Demikianlah akhlaq yang baik, Ia adalah mata air, tempat berkumpulnya manusia menghilangkan dahaga. Akhlaq mulia adalah cahaya, tempat manusia berkumpul untuk mendapatkan petunjuk kepada kebenaran. 

Akhlaq membentuk semangat ketergantungan kepada masyarakat

Sebaik apapun akhlaq pribadi seorang muslim, tidak akan membawa kemanfaatan yang luas jika ia menyendiri, apatis dan tidak memperhatikan sesamanya. Meskipun menyendiri dalam batas-batas tertentu membawa faidah, namun tetap saja prinsip akhlaq adalah untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Al-Ghazali pernah mengemukakan manfaat menyendiri adalah untuk menenangkan diri, mengevaluasi sifat-sifat buruk dalam diri, mencari sebab-sebab munculnya sifat tersebut dan berupaya mengobatinya.  Namun dalam kesempatan lain al-Ghazali juga mengemukakan pentingnya latihan dalam menghadapi berbagai tingkah laku manusia, berjuang melawan gangguan, menekan hawa nafsu dan mengarahkan syahwat agar selaras dengan apa yang diridhai Allah ta’ala.  Melalui kehidupan masyarakat akhlaq setiap muslim akan teruji melalui berbagai macam situasi kehidupan dan pada akhirnya mematangkannya menjadi semakin kokoh.

Rasulullah saw bersabda,

المُسْلِمُ إِذَا كَانَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ المُسْلِمِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ. 

Seorang muslim apabila ia bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka adalah lebih baik dari seseorang muslim yang tidak bergaul dan tidak bersabar atas gangguan mereka.

Pemikir muslim Hamzah Manshur mengemukakan, “Sesungguh-nya risalah Islam yang mulia ini membutuhkan semua kekuatan terbaik dari komitmen setiap muslim untuk kebangkitannya. Kepentingan mulia yang mendesak, jalan yang tidak terukur, jalur sulit pendakian yang panjang. Hal ini akan menumbuhkan keragu-raguan bersikap dan keinginan menarik diri dari aktifitas dalam beramal sholih.”  Kebersamaan adalah pembangkit kekuatan yang letih, semangat yang memudar, dan inspirasi untuk mencari solusi atas permasalahan ummat manusia. Wallahu a'lam bishowwab

Catatan Kaki
  • Wahib Ibrahim Sam’an, al-Tsaqofah wa al-Tarbiyah fi Ushur al-Qadimah, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1961), hlm 229. 
  • Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Mesir: Perusahaan Penerbitan Musthafa, 1975), vol 5, hlm 50, hadits no 2686. Menurut al-Tirmidzi hadits ini hasan gharib.
  • Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Saudi Arabia: Dar Thuqa al-Najah, 1422 H) vol 1, hlm 12, hadits no 13.
  • ‘Abdullah Darraz, Nadzharat fi al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Fanni, tth), hlm 97.
  • Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihyau Turats al-‘Arabi, tth), vol 4, hlm 1999, hadiits no 2585. 
  • Al Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Diin, (Daar al Maktabah al Hayah, 1986), hlm 358.
  • Muhammad Mahmud al Hijazy, at Tafsir al Wadhih, (Beirut: Daar al Jaliil al Jadiid, 1413 H), vol 3, hlm 340.
  • Abu Hamid al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, tth), vol 2, hlm 241.
  • Abu Isa al-Tirmidzi, Ibid, vol 4, hlm 662, hadits no 2507
  • Hamzah Manshur, Hakadza ‘Alimtuny Da’wah al Ikhwan, 1419 H, hlm 24.
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar