Qk6tZv5oorYOvbzoT8fSpmGbsikUNLG55TOQFNMJ

Teks Politik Dalam Al-Hadits

Oleh Itsna A. Shuwaiviyah 

Dalam bahasa Arab, kata yang lazim digunakan untuk mengartikan politik adalah as-siyasah (السِّياسة). Kata ini berasal dari kata (ساس – يسوس - سياسة).

Jika merujuk pada kamus bahasa al-‘Ain fi Tarikhi ‘ilm al-Lugah, yang disusun oleh al-Khalil ibn Ahmad, seorang pakar susastra dari abad 2 hijriah,  pada juz 7 halaman 336 kita akan menemukan penggunaan asli kata siyasah adalah perbuatan memelihara hewan ternak (السِّياسة: فعل السائس الذي يسوس الدّوابَّ سياسهً). Mengurus dan melatih hewan ternak tsb (يقوم عليها ويروضها) dan penggembala yang memelihara dan mengatur gembalaannya (والوالي يَسُوس الرعية وأمرهم).

Penggunaan kata siyasah dalam pengertian semacam ini dalam hadits dapat ditemukan diantaranya dalam shahih al bukhari dan shahih muslim.

Dalam shahih al Bukhari  terbitan dar thuqa, 1422 H, bab al-ghirah juz 7, hlm 35, hadits no 5224. Pada akhir hadits panjang ini diceritakan kisah Asma ra yang bersyukur atas inisiasi Abu Bakar ra, yang memerintahkan seseorang untuk menggantikannya memelihara kuda (سِيَاسَةَ الفَرَسِ). 

Hadits ini tertera pula dalam shahih Muslim terbitan dar ihya bab (بَابُ جَوَازِ إِرْدَافِ الْمَرْأَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ إِذَا أَعْيَتْ فِي الطَّرِيقِ). Juz 4, hlm 1716. Hadits no 1716.

Secara istilah kemudian kata siyasah digunakan pula dalam pengelolaan, pengendalian dan pengaturan masyarakat.

Salah satu contoh, Syamsuddin al-Gharnatiy dari abad 9 H, Menulis sebuah buku Badai’us suluk fi thobai’ul muluk. Menurutnya terjaganya agama dan terkelolanya dunia (حفظ الدّين وسياسة الدُّنْيَا) merupakan fungsi Imamah dalam Islam. 

Penggunaan kata siyasah dalam pengertian semacam ini juga ditemukan penggunaannya diantaranya dalam shahih al-bukhari dan shahih muslim.

Dalam shahih al-bukhari  bab (مَا ذُكِرَ عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ) juz 4, hlm 169, hadits no 3455. Terdapat sebuah riwayat dari Abu Hurairah,

 كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

Bani Isra'il, kehidupan mereka selalu disiasati oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya.

Hadits ini tertera pula dalam shahih Muslim bab (الْأَمْرِ بالْوَفَاءِ بِبَيْعَةِ الْخُلَفَاءِ، الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ). Juz 3, hlm 1471. Hadits no 1842.

Imam an-Nawawi (w 676 H) menuliskan dalam bukunya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim tentang pengertian (تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ) dalam hadits Muslim tersebut. Pada juz 12 halaman 231, terdapat keterangan sebagai berikut:

تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ) أَيْ يَتَوَلَّوْنَ أُمُورَهُمْ كَمَا تَفْعَلُ الْأُمَرَاءُ وَالْوُلَاةُ بِالرَّعِيَّةِ وَالسِّيَاسَةُ الْقِيَامُ عَلَى الشيء بما يصلحه)

Bahwa maksud dari (disiasati oleh para nabi) adalah para nabi memerintah urusan-urusan mereka (bangsa isra’il) sebagaimana perbuatan para umara dan pemimpin terhadap rakyat dan politik itu tegak atas sesuatu karena ia bersifat memperbaiki.

Wallahu a’lam bishshowab.


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar